Ketika membuka sebuah kafe, apakah kita berpikir mengenai orang-orang yang datang ke kafe kita dengan cerita, masalah, dan pengalaman yang berbeda-beda? Pesan tersebut yang ingin disampaikan oleh Coffee Talk Episode 2: Hibiscus & Butterfly, sekuel Coffee Talk terbaru dari Toge Productions dan Chorus Worldwide.
Coffee Talk Episode 2: Hibiscus & Butterfly sudah tersedia di PS5, Xbox Series X, Xbox Series S, PS4, Xbox One, Nintendo Switch, dan PC (Steam, Epic Games Store, GOG).
Lantas apa yang membuat sebagian besar orang menunggu Coffee Talk Episode 2: Hibiscus & Butterfly semenjak game pertamanya? Berikut ulasan yang saya buat setelah memainkan game ini di PC selama 8 jam.
Contents
Review Coffee Talk Episode 2: Hibiscus & Butterfly
Kafe yang Sama Dengan Pelanggan dan Cerita Baru
Coffee Talk Episode 2: Hibiscus & Butterfly berlatar beberapa tahun setelah game pertamanya di Seattle alternatif masa kini. Dengan kafe dan barista yang sama, tentunya kafe ini akan mendapatkan beberapa pelanggan baru yang nantinya akan dikenal kita, seperti Lucas, seorang satyr yang menjadi influencer online, dan Riona, seorang banshee yang memiliki mimpi untuk menjadi soprano. Selain itu, kita juga akan melihat beberapa pelanggan lama dan tetap yang sering muncul di game pertama, seperti Jorji, Hyde, Rachel, Lua, dan karakter ikonik lainnya.
Selain Lucas dan Riona, ada beberapa pelanggan baru lagi yang akan diperkenalkan di dalam Coffee Talk Episode 2: Hibiscus & Butterfly, tetapi saya tidak akan membeberkannya dan ini akan menjadi sebuah kejutan kecil saja.
Sama seperti game pertamanya, Coffee Talk Episode 2: Hibiscus & Butterfly akan membawa kita sebagai seorang barista yang mendengarkan cerita, masalah, dan pengalaman dari setiap pelanggan yang datang. Mungkin ada pelanggan yang mengeluh tentang pekerjaannya, mungkin ada pelanggan lainnya yang ingin membutuhkan teman curhat, dan mungkin juga ada pelanggan yang datang hanya untuk menikmati atmosfer kafe kita.
Intinya, kita sebagai barista akan mencoba untuk menjadi pendengar baik dari pelanggan-pelanggan ini sambil menyajikan minuman seperti teh, kopi, susu, teh hijau, dan sebagainya. Terkadang pelanggan akan menanyakan saran kita, terkadang ada yang ingin membantu kita untuk mempromosikan kafe, dan pada akhirnya, kita sebagai barista bekerja untuk melayani semua pelanggan tersebut.
Walaupun demikian, kualitas cerita yang ditawarkan mungkin akan berbeda dengan cerita di game pertamanya. Saya menyadari ini setelah bermain sekitar 3 – 4 jam dan saya tidak terlalu berinvestasi ke dalam cerita Silver di game kedua. Mungkin ini hanya preferensi pribadi, tetapi kalian sebagai pembaca ulasan saya yang hanya bisa menilai hal tersebut.
Ada 1 hal yang menjadi kritik utama dari game ini, yaitu pacing gameplay per hari yang beragam. Mungkin ini dilakukan Toge Productions untuk membuat pemain tidak bosan dengan pacing yang ditawarkan, tetapi saya terkadang mengeluh dengan pacing ini apabila cerita yang ditawarkan tidak cocok dengan selera saya. Pembaca mungkin akan merasakannya apabila kalian mendapatkan segmen hari dengan total gameplay sekitar 40 menit, tetapi cerita yang ditawarkan membuat kalian bosan. Ini bisa menjadi sebuah kelemahan tersendiri dan signifikan untuk sekuel masa depan, terutama pemain tidak bisa melakukan fitur fast forward jika mereka belum menyelesaikan segmen hari tersebut.
Saya pribadi juga menyukai “in memoriam” yang dilakukan Toge Productions untuk Mohammad Fahmi. Sebagai pencipta franchise Coffee Talk, Fahmi adalah akar utama dari franchise tersebut dan kepergiannya menjadi pengingat bahwa Coffee Talk merupakan bayi kecilnya.
Ada Tambahan Fitur Baru yang Tidak Signifikan
Di Coffee Talk Episode 2: Hibiscus & Butterfly, Toge Productions menambahkan sebuah fitur baru bernama “Stories”, di mana kita bisa melihat aktivitas setiap pelanggan yang sering datang ke kafe layaknya Twitter atau Facebook. Kita bisa memberikan like dan mengecek apa yang mereka lakukan saat itu, sehingga kita tidak tertinggal dengan kabar mereka.
Selain itu, Toge Productions juga meningkatkan kualitas audio dan lagu lofi yang disediakan untuk tema kafe game ini. Terutama kita bisa mendapatkan sebuah album lagu dari Rachel jika kita bermain dengan benar.
Mungkin fitur baru yang memiliki dampak pada cerita adalah fitur rak barang. Fitur ini bisa menjadi penentu bagaimana cerita akan berlanjut, misalnya Jorji selalu meninggalkan pemantik api kesayangannya dan kita bisa menyimpan pemantiknya di rak barang sambil menunggu Jorji datang beberapa hari lagi.
Ada 1 fitur lagi dan menjadi mode di game ini, yaitu mode “Endless”. Mode ini mengajak kita untuk bermain dengan pilihan Free atau Challenges agar kita bisa membuat minuman lebih cepat dari biasanya.
Dari apa yang saya dapat, tidak ada perubahan yang signifikan terhadap Coffee Talk Episode 2: Hibiscus & Butterfly. Semuanya sama seperti game pertamanya, jadi bagi yang khawatir akan adanya perubahan-perubahan aneh, saya dapat konfirmasi bahwa kalian akan langsung akrab dengan fitur-fitur yang ditawarkan.
Gameplay Sama, Tetapi Tidak Menawarkan Variasi
Memasuki salah satu inti utama dari Coffee Talk Episode 2: Hibiscus & Butterfly selain cerita adalah gameplay barista membuat berbagai minuman yang hasilnya bisa beragam, tergantung dari bahan yang digunakan.
Sama seperti game pertamanya, Toge Productions menawarkan hal yang sama dalam hal ini dan mereka tentunya menambahkan 2 bahan baru yang menjadi faktor variasi minuman, seperti Blue Pea dan Hibiscus. Hanya dengan 2 bahan baru ini, jumlah variasi minuman bisa bertambah lebih banyak lagi dan kita sebagai barista bisa dengan fleksibel membuat minuman yang menarik.
Sayangnya, gameplay yang ditawarkan ini tidak ada perubahan sama sekali. Sistemnya tetap sama, pelanggan akan memesan minuman kesukaan mereka, lalu kita buat dengan bahan-bahan yang ada, dan kemudian menyajikannya.
Saya tidak memiliki masalah dengan seni latte karena ini menjadi kesibukan dan keunikan sendiri bagi mereka yang tertarik dengan seni tersebut, tetapi saya berharap ada sebuah bumbu dalam hal menambah dekorasi minuman. Misalnya, kita mungkin bisa merombak beberapa dekorasi minuman yang dibuat berdasarkan kesukaan kita. Memang hal ini akan terlihat tidak menarik, tetapi Toge Productions mungkin bisa membuat hal ini sebagai fitur opsional seperti seni latte agar pemain tidak harus selalu dipaksa melakukannya.
Tidak Adanya Dukungan Bahasa Indonesia
Ini hanya kekecewaan pribadi dari saya, karena di Coffee Talk, dukungan bahasa Indonesia itu ada dan bisa dipilih oleh para pemain. Di Coffee Talk Episode 2: Hibiscus & Butterfly, sayangnya saya tidak menemukan dukungan tersebut di PC. Saat memilih bahasa, saya sudah berharap untuk menemukan bahasa Indonesia dalam opsi yang ditawarkan, tetapi saya langsung kecewa setelah melihat bahwa Toge Productions tidak menambahkannya.
Saya mungkin paham bahwa franchise Coffee Talk sudah menjadi sebuah franchise populer yang dimainkan oleh banyak pemain di berbagai macam negara, tetapi tidak adanya dukungan untuk negara sendiri seperti bahasa Indonesia terasa “lowblow”. Saya sendiri selalu mengapresiasi dan mengagumi penggunaan bahasa Indonesia di beberapa game milik Toge Productions, terutama A Space for the Unbound yang sempat saya ulas beberapa bulan lalu.
Saya kini hanya bisa berharap secara pribadi agar Toge Productions dapat bisa menambahkan dukungan bahasa Indonesia ke Coffee Talk Episode 2: Hibiscus & Butterfly di masa depan. Kapan itu terjadi? Tidak ada yang tahu, tetapi yang pasti saya akan tetap menunggu.